Seluruh Arsip

: Kisah Negeri Antah-berantah

Oleh Ahmad Syafii Maarif

Alkisah, tersebutlah suatu negeri di planet Bumi bernama Antah-berantah karena letaknya sukar ditentukan, baik menurut lintang selatan maupun dari sudut bujur timur. Menurut informasi yang datang dari dunia maya, sejatinya sumber alam negeri itu sangat kaya, tetapi rakyatnya masih banyak yang miskin dan menderita karena sering ditipu oleh kaum elite-nya atas nama sistem demokrasi.

Elite puncaknya pandai sekali bersilat lidah dan menjual tampang sehingga yang tertipu bukan saja rakyat di akar rumput, melainkan juga para sarjana, doktor, dan kelompok lain yang sering dikategorikan intelektual. Golongan terakhir ini sebagian produk domestik perguruan tinggi negeri Antah-berantah, yang lain dari perguruan tinggi planet lain yang menguasai bahasa asing. Omongan mereka memukau karena diselingi ungkapan-ungkapan asing sekalipun tak pernah singgah di otak rakyat biasa.

Golongan terpelajar yang berhasil merapat ke lingkungan elite puncak itu umumnya menikmati berbagai fasilitas materi dan sedikit kekuasaan. Bukan main bangganya mereka dengan situasi semacam itu, apalagi sebagian mereka berasal dari kawasan pedesaan negeri itu yang menurut Ibn Khaldun, orang desa itu rindu sekali meniru pola dan gaya hidup kota. Talenta bersilat lidah juga dimainkan oleh golongan yang merapat itu. Tujuannya satu: bagaimana agar sebagian penduduk negeri Antah-berantah itu merasa "bahagia" ditipu melalui bermacam cara dan retorika.

Tipuan ini sudah dirasakan sejak memasuki proses kampanye pemilu puluhan tahun lalu. Akan tetapi, berkat kelihaian teknik elektronik para doktor alumni planet lain, semuanya bisa ditutupi. Seolah-olah sistem politik negeri itu telah berjalan dengan lurus, jujur, terbuka, dan adil, sejalan dengan prinsip-prinsip demokrasi yang diakui dunia.

Tiarap

Ujungnya, sekalipun ada juga pihak-pihak yang sangat skeptis dan ragu dengan cara demokrasi manipulatif itu, mereka pada akhirnya tidak berdaya apa-apa. Semuanya tiarap dengan penuh keprihatinan dan kegusaran. Sebagian malah terus mengomel dalam keputusasaan. Mereka saling curhat sebagai pelipur lara.

Hanya seorang paranormal yang terus berteriak bahwa manipulasi politik itu harus diakhiri dengan kedatangan sebuah goro- goro, berdasarkan ramalan dua leluhur yang dipercayainya. Goro-goro menurut tuturan paranormal itu pasti membawa bencana, akan banyak korban, bahkan bisa separuh penduduk jahat negeri itu akan mati terbunuh. Pesta berdarah akan berlaku, tidak dapat dihindari, karena sudah pakem, katanya.

Tentu saja orang normal tidak mau membeli dagangan paranormal mengerikan itu. Akan tetapi, ada sesuatu yang menarik pada diri paranormal ini. Dia paham betul rakyat banyak telah ditipu permainan lidah dan lagak santun para elite, semata-mata untuk menyesuaikan dengan pola-tingkah elite puncak yang spektakuler itu. Dengan segala kehebatan superfisial itu, sesungguhnya bangunan kekuasaan elite puncak sangat rapuh. Indikatornya mudah dilacak. Tak ada satu pun masalah fundamental yang beres di tangannya. Dari cerita orang yang tahu, kerapuhan negeri itu tidak mengada-ada. Riil.

Semakin oleng

Di antara pejabat teras yang dekat dengannya sebenarnya sudah mengerti bahwa elite puncak ini tidak memiliki kepercayaan diri. Maka, untuk menutupi segala kelemahan itu, berbagai lembaga dan badan diciptakannya demi mengamankan posisinya yang semakin oleng. Namun, akan tahan berapa lama? Yang busuk dan yang culas, lambat atau cepat, pasti akan terbau dan ketahuan juga akhirnya, bukan?

Inilah pertanyaan serius yang dibincangkan orang di seantero negeri yang tak pernah jelas letaknya itu, tak terkecuali di warung-warung kopi di kawasan pinggir. Rakyat kecil ini langsung merasakan kesulitan hidup yang semakin parah dari hari ke hari. Pupuk tidak saja mahal, tetapi sulit didapat, petani tak berdaya dalam ketersungkuran nasib. Politik uang telah mewabah sampai ke ujung-ujung negeri.

Lagak para elite Ibu Kota tak berubah, glamour. Peduli amat jeritan rakyat kecil, mengapa mau jadi kawula alit. Bukan kesalahan elite, tetapi kawula alit itulah yang tak mau mengubah jalan hidupnya. Tengoklah kami yang lagi berada di atas angin bisa belajar ke planet lain sehingga terserap magnet elite puncak yang gagah perkasa.

Kisah itu berlanjut. Mantan atasan elite puncak itu menjadi gusar dengan kondisi negeri Antah-berantah yang dirasakan semakin merapuh, pada akhirnya membuka kotak pandora. Tuturnya: "Sewaktu elite puncak itu sedang berada di bawah bimbingan saya, perilakunya sangat impresif, pintar, sopan, dan rendah hati. Akan tetapi, itu semua adalah untuk kepentingan dirinya, bukan untuk kebaikan Negeri Antah-berantah. Apakah pada akhirnya negeri itu akan terkapar atau tenggelam, dia tak 'kan hirau. Yang penting posisinya tetap di atas. Saya gagal mendidiknya." Antahlah Yuang!

Ahmad Syafii Maarif Mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah


Tidak ada komentar:

Posting Komentar


____________Toko Produk-Produk Cantik

Postingan Populer