Ghafi dan Perjalanan Hidrolika: Bagian 2 - Pilihan di Meja Makan


 

Di rumah, suasana terasa lebih tenang dibandingkan keramaian di sekolah tadi. Rumah keluarga Ghafi sederhana, dengan dinding bata yang sebagian besar tertutup cat biru yang mulai pudar. Di ruang makan yang kecil, meja kayu tua sudah penuh dengan hidangan sederhana: sepiring nasi hangat, tumis kangkung, dan ikan asin goreng. Ibunya, Bu Ratna, sibuk menuang teh ke gelas-gelas sambil mengobrol dengan nada santai.

"Jadi, Ghafi," kata Bu Ratna sambil duduk di kursinya, "Ibu dengar dari Pak Kardi, anaknya yang di Jakarta baru keterima di universitas. Kalau kamu gimana? Sudah tahu mau daftar ke mana?"

Pertanyaan itu membuat Ghafi berhenti mengunyah. Ia melirik ayahnya, Pak Herman, yang sedang asyik membaca koran di ujung meja. Biasanya, ayahnya jarang terlibat dalam percakapan seperti ini, tapi kali ini, pria tua itu menurunkan korannya dan menatap Ghafi.

“Sudah, Pak. Aku pengin ambil teknik hidrolika,” jawab Ghafi, suaranya pelan tapi tegas.

“Hidrolika? Itu yang soal pipa-pipa air?” tanya Bu Ratna sambil mengerutkan dahi.

“Iya, Bu,” Ghafi menjelaskan. “Tapi bukan cuma soal pipa. Ini tentang teknologi pengelolaan air. Kalau aku bisa belajar soal ini, aku bisa bantu orang-orang yang kesulitan air bersih.”

Pak Herman menghela napas panjang dan meletakkan korannya di meja. “Fi, itu bukan jurusan yang umum. Kalau kamu ambil jurusan ekonomi atau manajemen, mungkin peluang kerjanya lebih besar.”

Ghafi menunduk, menatap piringnya yang masih berisi separuh nasi. Ia tahu argumen ini akan muncul.

“Tapi, Pak,” ujarnya hati-hati, “hidrolika itu penting. Kita tinggal di desa yang sering kekurangan air bersih. Kalau aku bisa belajar soal ini, mungkin aku bisa bikin perubahan.”

Pak Herman mengangguk perlahan, seolah mempertimbangkan kata-kata anaknya. “Tapi, kamu tahu kan biaya kuliah itu mahal? Dan kuliah di bidang yang jarang diminati itu resikonya tinggi.”

Bu Ratna menyela dengan lembut, “Pak, kalau anak kita punya mimpi, bukankah tugas kita mendukung? Kalau Ghafi benar-benar serius, kita pasti bisa cari cara.”

“Betul, Bu,” ujar Ghafi dengan semangat yang tumbuh. “Aku nggak minta banyak. Aku cuma mau kesempatan.”

Pak Herman menghela napas lagi, tapi kali ini lebih pendek. “Baiklah. Kalau itu pilihanmu, kita dukung. Tapi, kamu harus serius, ya. Jangan sampai setengah jalan.”

“Terima kasih, Pak! Bu!” seru Ghafi, matanya berbinar.

Bu Ratna tersenyum. “Sekarang makan dulu yang banyak. Biar otaknya kuat buat mikir universitas mana yang bagus.”

Pertemuan di Warung Kopi

Keesokan harinya, Ghafi memutuskan untuk pergi ke warung kopi di ujung desa. Tempat itu kecil tapi selalu ramai, terutama dengan obrolan para pemuda yang baru lulus seperti dirinya. Di sana, dia bertemu lagi dengan Jaka dan Sari yang sudah duduk di meja pojok sambil menyeruput es teh.

“Eh, Fi! Ke sini!” panggil Jaka, melambaikan tangan.

Ghafi bergabung dengan mereka, menarik kursi kayu yang berderit pelan saat diduduki.

“Kamu serius mau ambil teknik hidrolika?” tanya Sari tanpa basa-basi.

“Iya,” jawab Ghafi sambil mengaduk kopi hitam di depannya. “Kenapa? Kedengarannya aneh, ya?”

“Bukan aneh,” kata Sari sambil tertawa kecil. “Cuma... nggak biasa aja. Aku belum pernah dengar orang mau ambil jurusan itu. Kamu yakin bisa?”

“Kenapa nggak?” balas Ghafi, suaranya lebih tegas dari yang dia harapkan. “Aku tahu ini nggak gampang, tapi aku punya alasan. Hidrolika itu soal air, dan air itu kehidupan. Kalau aku bisa belajar bagaimana mengelola air dengan baik, aku bisa bantu banyak orang.”

Jaka menyandarkan tubuhnya di kursi, kedua tangan dilipat di dada. “Keren juga, Fi. Aku kira kamu cuma ikut-ikutan tren. Tapi kalau kamu memang punya alasan sekuat itu, ya kenapa nggak? Kita semua butuh air, kan?”

Sari mengangguk setuju. “Aku setuju. Tapi kamu harus siap, Fi. Aku dengar kuliah teknik itu berat. Kalau kamu salah langkah, bisa-bisa kamu nyerah di tengah jalan.”

“Makanya, aku butuh dukungan kalian,” kata Ghafi sambil tersenyum.

Percakapan mereka berlanjut, berisi candaan dan mimpi-mimpi masa depan. Namun di hati Ghafi, ia merasa lebih yakin dari sebelumnya. Perjalanan ini baru dimulai, dan ia tahu bahwa ia tidak sendirian. Di antara tawa teman-temannya, Ghafi menemukan semangat baru untuk melangkah maju, mengikuti aliran air yang akan membawanya ke tujuan besar.

Kelenturan - Teater

Kelenturan

Kelenturan adalah kemampuan otot untuk tetap lentur, elastis, dan mampu meregang cukup jauh sehingga memungkinkan persendian bergerak secara optimal tanpa risiko cedera. Tingkat kelenturan tubuh manusia dipengaruhi oleh fleksibilitas tulang punggung, kaki, dan tangan. Oleh karena itu, latihan kelenturan umumnya difokuskan pada bagian-bagian tubuh tersebut.

Berikut adalah pedoman dalam melakukan latihan kelenturan tubuh:

  1. Mulai dengan tempo lambat

    • Pada tahap awal, lakukan latihan dengan perlahan sambil merasakan setiap pergerakan ruas tulang punggung. Setelah terbiasa, tingkatkan kecepatan secara bertahap, lalu kembalikan ke tempo lambat sebelum mengakhiri latihan.
  2. Fokus pada hasil, bukan waktu

    • Latihan ini tidak membutuhkan waktu atau hitungan tertentu. Yang utama adalah pencapaian kelenturan yang optimal.
  3. Lakukan setiap sesi dengan benar

    • Latihlah setiap sesi dengan teliti dan hindari terburu-buru untuk beralih ke sesi berikutnya.
  4. Perhatikan teknik gerakan

    • Saat melakukan gerakan menunduk, pastikan kepala lebih dahulu menurun. Sebaliknya, jika gerakan diarahkan ke atas, mulailah dari dasar tulang punggung ke arah atas secara bertahap.

Dengan latihan rutin dan teknik yang tepat, kelenturan tubuh dapat ditingkatkan secara maksimal.




Cembung, Cekung, dan Datar pada Tulang Punggung

  1. Posisi Rukuk

    • Letakkan tangan di lutut, lalu bungkukkan punggung.
    • Tekuk tulang ekor ke arah bawah dan ke dalam, bulatkan punggung di bagian dada dan bahu, serta turunkan kepala dan leher.
    • Bentuk punggung Anda menjadi posisi secembung mungkin.
  2. Posisi Cekung

    • Angkat tulang ekor ke atas, lengkungkan punggung bagian dada dan bahu sehingga kosong di tengah.
    • Tegakkan kepala dan leher untuk membentuk punggung dalam posisi secekung mungkin.
  3. Posisi Datar

    • Turunkan pinggul, lalu luruskan punggung di bagian dada, bahu, dan tulang ekor sehingga membentuk garis lurus.

Latihan ini membantu meningkatkan kelenturan dan keseimbangan postur tubuh.



Turunkan leher secukupnya agar berada dalam satu garis
lurus dengan tulang punggung di bagian bahu.


Membulat, Mencekung, dan Meluruskan Punggung

  1. Posisi Membulat

    • Berdirilah dengan kedua kaki terbuka sekitar 30 cm.
    • Perlahan tekuk lutut, letakkan tangan di atas lutut, tundukkan kepala, dan lengkungkan seluruh tulang punggung.
    • Turunkan tulang ekor sehingga punggung membentuk posisi membulat.
  2. Posisi Mencekung

    • Masih dalam posisi yang sama, angkat tulang ekor ke atas.
    • Lengkungkan bagian tengah punggung sehingga tampak kosong, dan tegakkan kepala.
  3. Pengulangan Gerakan

    • Lakukan gerakan membulat dan mencekung secara bergantian. Mulailah dengan tempo lambat, percepat secara bertahap, lalu kembali melambat sebelum berhenti.
  4. Posisi Meluruskan Punggung

    • Perlahan ulurkan ruas demi ruas tulang punggung hingga terasa tegak lurus.
    • Pastikan pinggul kembali ke posisi awal, dengan leher sejajar tulang punggung dan ekor.
  5. Fokus dan Kesadaran Tubuh

    • Arahkan pandangan lurus ke depan.
    • Rasakan telapak kaki, lutut, dan keseluruhan tubuh mulai dari bawah hingga ke atas untuk memastikan postur berdiri yang stabil dan seimbang.

Latihan ini membantu meningkatkan fleksibilitas dan memperbaiki postur tubuh secara keseluruhan.






Menggulung dan Melepas

  1. Posisi Awal

    • Berdiri dengan kedua kaki direnggangkan, lalu turunkan pinggul hingga dalam posisi jongkok, bertumpu pada kekuatan lutut untuk menopang tubuh.
  2. Duduk ke Lantai

    • Bungkukkan tubuh bagian atas, tarik tulang ekor ke arah dalam, dan secara perlahan duduk di lantai.
  3. Berbaring

    • Luruskan kedua kaki, lalu gerakkan tulang punggung ke belakang hingga seluruh punggung terbaring tenang di lantai.
  4. Menggulung ke Depan

    • Gulung tubuh ke depan mulai dari kepala, leher, punggung, hingga tulang ekor, sehingga tubuh membungkuk di atas kaki. Regangkan tubuh ke depan untuk melatih kelenturan.
  5. Berdiri dan Berjalan

    • Berdiri perlahan hingga tubuh tegak, kemudian berjalan dengan langkah yang lamban dan terkontrol.
  6. Pengulangan

    • Ulangi gerakan ini beberapa kali, sambil fokus merasakan fungsi dan fleksibilitas ruas-ruas tulang belakang.

Latihan ini bertujuan untuk melatih kelenturan, keseimbangan, dan koordinasi tubuh.





Ayunan Bandul Tubuh Atas

  1. Posisi Awal

    • Berdiri dalam posisi melangkah dengan satu kaki di depan.
    • Angkat kedua lengan tinggi di atas kepala.
  2. Membentuk Sudut

    • Bengkokkan tubuh bagian atas hingga membentuk sudut tegak lurus dengan kaki.
    • Tahan posisi ini dan rasakan ketegangan di tubuh bagian atas.
  3. Ayunan Tubuh

    • Tekuk lutut sedikit, biarkan tubuh bagian atas jatuh dengan berat dari tengah tulang punggung.
    • Ayunkan tubuh bagian atas maju mendekati kaki dan mundur menjauhi kaki.
  4. Gerakan Lengan

    • Biarkan lengan mengikuti gerakan tubuh, terayun maju dan mundur secara alami.
    • Jangan angkat tubuh bagian atas selama ayunan berlangsung. Gerakan ini akan mengangkat punggung hanya sejauh sudut yang dihasilkan dari ayunan.
  5. Pola Gerakan

    • Panjang ayunan harus konsisten.
    • Membulat: Saat tubuh bagian atas menjauh dan lengan berada di depan.
    • Melurus: Saat punggung mengayun ke depan dan lengan berada di belakang.
    • Ulangi pola ini—membulat ketika tubuh jatuh dan melurus saat punggung mengayun keluar.

Latihan ini membantu melatih kelenturan dan keseimbangan tulang punggung serta meningkatkan kekuatan tubuh bagian atas.





Ketangkasan
Ketangkasan merupakan suatu bentuk latihan olah tubuh yang
difokuskan pada keterampilan, kecepatan, dan kegesitan. Ketangkasan
sebenarnya hasil pertumbuhan alami dari latihan kelenturan dan
ketahanan. Latihan ketangkasan banyak ragamnya, misalnya latihan bela
diri, senam alat, dan permainan alat (tombak, pedang, toya, kipas, pisau,
tali/rantai ). Latihan ini akan difokuskan pada konsentrasi gerak dan
latihan bela diri, baik dengan tangan kosong maupun dengan pisau.

Pedoman sebelum melakukan latihan olah tubuh ketangkasan ini
adalah sebagai berikut.
a. Menemukan pasangan berlatih untuk melatih teknik-teknik
yang ada dengan penuh ketelitian dan kesabaran, sehingga
posisi-posisi dan gerak yang dilaksanakan benar-benar tepat.
b. Latihlah pada tiap-tiap teknik dalam suatu rangkaian gerak
mulai dari gerak lambat menuju gerak yang cepat
c. Teknik yang dilatih harus dilakukan dari kanan maupun dari
kiri, sehingga benar-benar dapat dikuasai dari semua sudut.
d. Lakukan pergantian posisi antara penyerang dan yang
diserang.
e. Lakukan dengan tangan dan kaki yang sebaliknya.


Latihan Cermin
a. Berpasangan dan berhadapan serta ditentukan siapa sebagai
cermin dan siapa yang bercermin.
b. Latihan dimulai dari gerak sederhana dan lambat, semakin
lama semakin bervariasi dan cepat.
c. Lakukan pergantian, antara cermin dan yang bercermin.


Latihan Kuda-Kuda
a. Lompat terus jongkok dan lakukan sebanyak 8 kali
b. Lompat terus mengangkang dan lakukan sebanyak 8 kali.




Menangkis Pukulan
a. Berhadapan posisi kuda-kuda dan lawan menyerang dari
samping dengan tangan kanan, tangkis ke arah luar dengan
tangan kiri pada pengelangan tangan lawan, kaki kiri maju dan
tangan kanan memukul pada wajah lawan.
b. Lakukan dengan tangan yang sebaliknya.
c. Lawan memukul dengan tangan kiri, ditangkis dengan jari-jari
tangan kanan dan langsung menangkapnya pada pergelangan
tangannya. Majukan kaki kanan untuk memperpendek jarak
lawan dan siapkan tangan kanan untuk memukul muka lawan
dengan punggung kepalan tangan.



Membalas Serangan Dengan Tebangan
a. Dorongan yang dilakukan oleh tangan kiri lawan, ditangkap
dengan tangan kanan kita, terus tekan ke bawah dan diiringi
dengan tebangan memakai sisi tangan kiri pada leher atau
tulang pipi.




Putaran Pergelangan Tangan Merusak Posisi Lawan
a. Lawan melakukan pukulan memakai tangan kiri, tangkis
dengan cepat menggunakan tangan kanan ke arah luar.
b. Kaki kiri maju sambil memukul dengan tangan kiri, lawan
melangkah mundur dengan kaki kiri sambil menangkis
pergelangan tangan ke arah keluar. Dengan cepat
pergelangan tangan kiri lawan ditangkap dan diturunkan.
c. Kaki kanan maju menyamping kiri ke arah lawan sambil
mendorong dagu ke atas.



Pemakaian Satu Tangan
a. Lawan memukul dengan tangan kiri, tangkis ke arah luar
dengan tangan kanan. Selesai menangkis, tangan kanan
langsung memukul ke arah dagu lawan.



Tangkisan Dengan Kombinasi Tendangan Kaki
a. Lawan menyerang dengan tangan kanan, tangkap dan tarik
dengan tangan kiri serta lepaskan, selanjutnya tangan kiri
mendorong pada dada lawan sehingga terlontar mundur.
b. Tarik kaki kanan mendekat ke kaki kiri, selanjutnya kaki kiri
diangkat untuk melakukan tendangan samping pada lawan.




Gerak Memotong Lawan
a. Lawan melakukan gerakan mendorong dengan tangan kiri,
tangkis dengan bagian sisi luar tangan kiri.
b. Serang dengan tangan kiri mengepal, lawan mundur dan
menangkis dengan tangan kanan. Melangkahlah maju tepat di
depan lawan sambil menarik tangan kanan lawan dan
pukullah dagu dari bawah.




Pukulan Balasan Dari Luar
a. Lawan memukul dengan tangan kanan, mengelaklah ke kanan
lawan sambil menangkis dan menangkap pergelangan tangan
lawan dengan tangan kiri, terus menarik searah serangan
lawan.
b. Ketika menarik tangan tersebut, lakukan pukulan pada rusuk
atau mata lawan dengan tangan kiri.



Melutut Lawan
a. Lawan mendorong, menghindarlah ke samping sambil
menangkis pergelangan tangan, balaslah bagian tubuh lawan
dengan lutut kaki kanan.



Pukulan Balasan ke Dalam
a. Lawan memukul dengan tangan kanan, tangkis dengan
tangan kiri dengan posisi tubuh menyamping.
b. Berbaliklah arah sambil melakukan pukulan memutar dengan
tangan kanan ke arah perut lawan.



Gerak Dorongan ke Samping
a. Lawan menyerang dengan tangan kiri, tangkis dan tangkap
pergelangan tangan lawan dan menghindarlah ke kiri lawan.
b. Tangan kanan mendorong bahu lawan dan kaki kanan
mendorong kaki kiri lawan dengan kuat.



Menangkis dan Menyerang Tendangan
a. Lawan menyerang dengan tangan kanan dan melangkah
maju, tangkis dengan tangan kanan dan kaki kiri mundur.
b. Lawan melanjutkan serangan dengan tangan kiri dari arah
bawah, tanpa mengubah posisi, tangkis dengan tangan kanan
ke arah bawah. Setelah menangkis, ambil posisi jongkok,
sambar dan angkat kaki kanan lawan dengan tangan kiri.
c. Pada saat posisi lawan goyah, tendang dada lawan dengan
kaki kanan.



Melumpuhkan Lawan Dengan Kaki
a. Lawan menyerang dengan pukulan tangan kanan,
menghindarlah ke samping dan kaki kanan langsung di
belakang kaki lawan yang maju, sedangkan tangan kanan di
dada lawan serta tangan kiri menempel pada siku lawan.
b. Tangan kanan mendorong dada lawan searah dengan arah
hadap. Ganjalkan kaki ke kaki kanan lawan.



Bela Diri Terhadap Serangan Pisau
a. Lawan menusuk dengan pisau di tangan kanan. Bersikaplah
dengan tenang dan menghindar ke samping sambil
menangkis pergelangan tangan lawan dengan tangan kanan,
lanjutkan dengan tendangan kaki kanan pada tangan.
Latihan melumpuhkan serangan pisau

b. Lawan menusuk dengan pisau di tangan kanan,
menghindarlah ke samping kanan sambil menangkap
punggung tangan lawan dengan tangan kiri. Gerak selanjutnya
adalah memelintir tangan lawan dengan bantuan tangan
kanan. Setelah terpelintir, tendanglah dada lawan.



c. Lawan menyerang dengan pisau dari atas, menghindarlah ke
kiri disertai tangkapan tangan lawan dengan tangan kanan
sedangkan tangan kiri menyambar baju lawan dan kaki kanan
menendang kaki kiri lawan. Pada saat lawan jatuh, tekanlah
dengan lutut kaki kanan.




Ghafi dan Perjalanan Hidrolika: Bagian 1 - Surat di Dinding Papan Pengumuman


 

Ghafi Kusuma berdiri di depan papan pengumuman yang terpasang di dinding aula sekolah, tubuhnya setengah tertutup bayangan tiang besar yang menopang atap bangunan tua itu. Botol plastik berisi air putih di tangannya terasa lebih berat dari biasanya, meskipun setengah isinya sudah dia minum. Di sekelilingnya, kerumunan siswa sibuk mendorong-dorong, berusaha mengintip deretan nama yang terpampang rapi.

Di sudut mata, dia menangkap bayangan Jaka berlari mendekat. Temannya itu, seperti biasa, membawa semangat seperti anak kecil yang baru menemukan mainan baru. Rambut keriting Jaka yang agak acak-acakan terlihat melambai-lambai mengikuti gerakannya.

"Ayo, Fi! Kamu ngapain bengong di sini? Cepat cari namamu! Masa kalah sama aku?" seru Jaka dengan suara yang nyaris seperti teriakan. Dia menyenggol lengan Ghafi dengan cukup keras sehingga botol air Ghafi hampir terlepas.

"Sabar, Ja," ujar Ghafi, mencoba mempertahankan ketenangannya meskipun jantungnya berdebar lebih kencang dari biasanya.

"Ah, kamu ini! Nggak seru banget. Kalau aku jadi kamu, langsung loncat ke depan," kata Jaka, lalu tanpa menunggu jawaban, dia menyambar tangan Ghafi dan menyeretnya menuju papan pengumuman.

Kerumunan siswa agak menyulitkan, tapi Jaka selalu punya caranya sendiri. Dengan kecekatan seperti pemain bola, dia menyelinap di antara celah-celah orang hingga berhasil berdiri tepat di depan daftar nama yang tertulis rapi. Nama-nama itu tersusun dalam dua kolom panjang, diurutkan berdasarkan abjad.

Mata Ghafi menyusuri kolom pertama dengan gugup. Tidak ada. Dia beralih ke kolom kedua, jantungnya semakin kencang berdebar. Dan di sanalah, di tengah-tengah daftar, dia menemukannya:

Ghafi Kusuma. Lulus.

"Oh! Ada, Fi! Kamu aman!" seru Jaka, ekspresinya penuh kemenangan seperti dialah yang menulis nama itu sendiri. "Pak Herman harus minta maaf sekarang. Ingat nggak dia bilang kamu bakal gagal?"

Ghafi hanya tertawa kecil, meski ingatan tentang komentar sinis Pak Herman terasa segar. Guru fisika mereka itu sering meragukan kemampuan Ghafi, apalagi saat dia mengatakan ingin masuk jurusan teknik.

“Lihat, Fi. Nama kamu lebih keren kalau dicetak di daftar kayak gini,” Jaka melanjutkan, menunjuk nama Ghafi dengan jari telunjuknya. “Bisa jadi seleb lokal ini!”

Namun sebelum Ghafi sempat menanggapi, suara riuh di belakang mereka menarik perhatian. Sari, gadis yang selalu penuh kejutan dengan gaya bicara ceplas-ceplosnya, muncul dari kerumunan. Pipinya merona merah karena kegirangan.

“Aku lulus juga!” serunya lantang, membuat beberapa siswa menoleh. “Astaga, aku nggak nyangka. Kalau aku nggak lulus, habis sudah nama baik keluarga besar!”

Ghafi dan Jaka tertawa mendengar candaan itu. Sari selalu punya cara untuk mencairkan suasana, bahkan di momen seperti ini. Dia mendekat, berdiri di antara mereka, dan ikut memandangi daftar nama.

“Eh, Ghafi,” katanya sambil mengangkat alis. “Jadi, kamu mau ke mana setelah ini? Udah kepikiran belum?”

Pertanyaan itu sederhana, tapi seperti bom waktu di kepala Ghafi. Dia menarik napas dalam-dalam sebelum menjawab, “Aku... aku mau daftar ke teknik hidrolika.”

“Hidrolika?!” Sari dan Jaka berseru hampir bersamaan, dengan nada yang lebih terkejut daripada kagum.

“Serius, Fi? Mau jadi ahli pipa?” Jaka menambahkan dengan nada menggoda, matanya bersinar penuh keisengan. “Nanti kalau ada pipa bocor di rumah, kita panggil kamu aja. Gratis, ya?”

Ghafi memutar matanya, meski senyum kecil muncul di bibirnya. Candaan seperti itu memang khas dari mereka.

“Bukan cuma soal pipa, Ja,” jawab Ghafi, mencoba serius. “Hidrolika itu soal air, energi, cara mengelola sumber daya. Aku pengen belajar cara kerja mesin-mesin yang bisa mengolah air, yang bisa membantu orang banyak.”

Sari menyilangkan tangan di dada, wajahnya berubah serius. “Wah, hebat juga kamu, Fi. Kalau aku sih nggak bakal kepikiran sejauh itu. Tapi kayaknya keren juga ya, jadi ahli air? Kaya insinyur gitu.”

“Tunggu dulu, tunggu!” potong Jaka sambil tertawa. “Ini Ghafi yang kita kenal, kan? Si pendiam yang cuma ngomong kalau ditanya? Sejak kapan kamu punya cita-cita setinggi itu?”

“Sejak aku sadar kalau air itu penting, Ja,” jawab Ghafi sambil tersenyum tipis.

Candaan dan tawa kembali mengalir, tapi di hati Ghafi, ada sesuatu yang lain. Mimpi itu, meski terdengar sederhana bagi sebagian orang, adalah segalanya baginya. Dia tumbuh di sebuah desa kecil yang sering kesulitan mendapatkan air bersih. Setiap kali melihat ibunya kesulitan mencuci atau memasak karena air sumur mengering, Ghafi merasa harus melakukan sesuatu.

Dari situlah, keinginannya untuk belajar teknik hidrolika muncul. Dia ingin memahami cara kerja teknologi yang bisa membawa air ke tempat-tempat yang membutuhkannya. Namun, apakah mimpinya bisa benar-benar terwujud? Pertanyaan itu tetap menggantung di pikirannya saat dia dan teman-temannya meninggalkan aula.

Di luar, matahari bersinar terang. Udara pagi mulai berubah hangat. Siswa-siswa berkumpul dalam kelompok kecil, berbagi cerita tentang rencana mereka setelah lulus.

“Aku sih mau masuk jurusan komunikasi,” kata Sari, memecah lamunan Ghafi. “Biar bisa jadi penyiar radio atau pembawa acara TV.”

“Kalau aku, kayaknya masuk ekonomi,” ujar Jaka sambil memasukkan tangannya ke saku. “Biar bisa jadi orang kaya.”

Ghafi tertawa kecil mendengar jawaban itu. Teman-temannya selalu punya cara untuk membuat segala sesuatu terasa ringan. Tapi jauh di dalam hati, dia tahu perjalanannya akan berbeda. Tidak akan mudah, tapi dia yakin itu layak diperjuangkan.

Sambil berjalan menuju gerbang sekolah, Ghafi menenggak sisa air di botolnya. Rasa segar itu mengingatkannya pada tujuan yang lebih besar, seperti air yang selalu mencari jalannya sendiri untuk mengalir maju.

Hari ini hanyalah awal. Perjalanan panjang telah menantinya, dan dia berjanji pada dirinya sendiri untuk melangkah dengan keyakinan penuh, apa pun yang terjadi.

____________Toko Produk-Produk Cantik

Postingan Populer